BlogDunia Kerja BaliInfo HR

Hal-Hal yang Diperhatikan sebelum Melakukan PHK Karyawan

emilia S.M

PHK

Pemutusan hubungan kerja menjadi opsi terakhir yang ditempuh perusahaan untuk mengatasi masalah manajemen maupun menindak pelanggaran yang karyawan lakukan.

Namun, belakangan ini beredar berita bahwa perusahaan terutama start up banyak yang melakukan PHK massal.

Berdasarkan data dari CNN Indonesia, perusahaan besar seperti Shopee Thailand telah memberhentikan 10% dari jumlah karyawannya atau sekitar 200 orang sepanjang 2024. Sementara di Indonesia, perusahaan jasa pengiriman juga dikabarkan mem-PHK 360 pegawainya.

Berbagai alasan pun melatarbelakangi PHK massal, tetapi mayoritas didominasi oleh kerugian yang menyebabkan penurunan omset dan kebangrutan akibat pandemi Covid-19.

Nah, jika perusahaan berencana memangkas pengeluaran, perusahaan wajib memahami hal-hal yang diperhatikan sebelum melakukan PHK karyawan, agar tidak melanggar hukum di Indonesia.

Pengertian PHK menurut UU Ketenagakerjaan

PHK

Ketentuan memberhentikan karyawan sudah diatur pemerintah dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan PP No.35 tahun 2024. Tujuannya untuk memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada buruh sekaligus mengawasi aktivitas bisnis.

Dalam UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada Bab XII Pemutusan Hubungan Kerja Pasal 150 menerangkan bahwa, “Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dalam undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”

Pemutusan hubungan kerja ditandai dengan berakhirnya kesepakatan kerja karena berbagai alasan. Bersamaan itu pula, hak dan kewajiban kedua belah pihak telah  usai.

Meskipun demikian, perusahaan tetap harus memenuhi hak-hak pekerja yang di-PHK seperti memberikan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja untuk karyawan permanen atau uang kompensasi untuk karyawan kontrak.

Prosedur PHK karyawan tetap dan prosedur pemutusan hubungan kerja karyawan kontrak pun berbeda. Simak selengkapnya berikut ini.

Penyebab pemutusan hubungan kerja

Salah satu yang jadi pertanyaan adalah apa yang membuat pekerja di PHK? Penyebab pemutusan hubungan kerja berasal dari dua faktor yaitu internal dan eksternal.

Pendorong terjadinya PHK didasari berbagai alasan mulai dari perubahan tujuan perusahaan, masalah keuangan, tindakan karyawan yang menyimpang, hingga pengaruh kondisi global.

1. Efisiensi karyawan

Efisiensi karyawan adalah tindakan yang perusahaan ambil untuk meminimalkan pemborosan biaya, waktu, dan tenaga sehingga tujuan bisnis bisa cepat tercapai dan unggul daripada pesaingnya.

Salah satu cara efisiensi karyawan paling umum yaitu dengan memberhentikan sebagian tenaga kerja lewat PHK. Merujuk pada PP 35 tahun 2024, BAB V PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Bagian Kesatu Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja, perusahaan dapat melakukan PHK dengan alasan efisiensi selama apabila perusahaan mengalami kerugian, merujuk pada Pasal 36 huruf b PP 35 Tahun 2024 yaitu, “Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan Perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan Perusahaan yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian… (pasal 36 bagian B).”

2. Merger dan akuisisi

Seiring perkembangan bisnis, perusahaan bisa merger dengan perusahaan lain atau diakuisisi oleh perusahaan lain. Adanya perubahan manajemen serta struktur organisasi turut menjadi faktor terjadinya PHK.

Menurut peraturan yang sama pasal 36 bagian A, apabila perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima tenaga kerja bersangkutan, PHK mungkin dilaksanakan.

3. Mengalami kerugian

Salah satu alasan paling umum, mengapa perusahaan memberhentikan karyawannya adalah mengalami kerugian terus-menerus sehingga tidak mampu membayar tenaga kerja.

Contohnya ketika Covid-19 menyebar dan kebijakan PSBB diberlakukan, bisnis UMKM dan yang sudah lama menghadapi penurunan omzet drastis. Alhasil, PHK massal tidak terelakkan.

Faktor lainnya yaitu karena perusahaan tutup sebab keadaan memaksa atau perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang.

4. Pailit

Pailit masuk dalam alasan perusahaan memberhentikan karyawan. Apabila perusahaan dinyatakan pailit oleh pengadilan artinya perusahaan dapat melakukan PHK kepada karyawan dengan tetap memperhatikan aturan yang ada.

5. Perilaku pekerja yang melanggar

Biasanya kewajiban dan aturan perusahaan tertulis di kontrak kerja. Jika pekerja telah menandatangani kontrak artinya segala isi perjanjian kerja harus dipertanggung jawabkan.

Misalnya, apabila karyawan melakukan pelanggaran yakni mangkir 5 hari berturut-turut tanpa alasan jelas, mengabaikan tanggung jawab kerjanya akibat ditahan pihak berwajib, dan maka pemutusan hubungan kerja bisa terjadi.

Akan tetapi, pemutusan hubungan kerja ini harus dilengkapi bukti dan telah melalui pendekatan lain misal pemberian surat peringatan sebelum berakhir PHK.

6. Sakit berkepanjangan

Ketentuan dalam PP 35 tahun 2024, memperkenankan perusahaan mengambil jalan PHK apabila pekerja mengalami sakit berkepanjangan, cacat karena kecelakaan kerja selama lebih dari 12 bulan.

Jenis-jenis PHK karyawan

Bagi perusahaan yang ingin memberhentikan pegawainya, tidak bisa sembarangan di Indonesia. Karyawan dapat melaporkan perusahaan ke Dinas tenaga kerja atau menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut di Pengadilan Hubungan Industrial, apabila terbukti melanggar regulasi yang ada.

Di samping penyebab PHK, perusahaan tidak dapat melakukan lay off dengan alasan karyawan menikah, menjalankan ibadah, hamil, melahirkan, menyusui, sakit kurang dari 12 bulan, memiliki anggota keluarga yang bekerja di satu perusahaan, menjadi serikat buruh, dan berbeda SARA.

1. Pemutusan hubungan kerja akibat faktor eksternal

Faktor eksternal meliputi pailit, kerugian, dan masalah manajemen. PHK karena alasan ini tidak berkaitan dengan kinerja dan kualitas karyawan bersangkutan. Meskipun perjanjian kerja sudah usai, tetapi perusahaan wajib memenuhi hak tenaga kerja yang diberhentikan.

2. PHK karena pelanggaran

Pada UU No.13 tahun 2003, tertuang bahwa pelanggaran yang dilakukan tenaga kerja bisa berakhir PHK. Hal ini mungkin terjadi apabila surat peringatan sudah perusahaan berikan atau karyawan melakukan pelanggaran berat yang tercantum dalam Peraturan Perusahaan yang berakibat PHK

Pelanggaran yang dimaksud mencakup mengabaikan pekerjaan, menganiaya rekan kerja, sengaja membiarkan barang dan orang lain berada dalam bahaya, hingga membocorkan rahasia perusahaan.

3. Pemutusan hubungan kerja akibat tindak pidana

Jenis PHK terakhir yaitu akibat tindakan pidana. Tenaga kerja yang kedapatan dan terbukti melakukan tindakan kriminal serta telah ditangani pihak berwajib juga berisiko diberhentikan.

Regulasi PHK Karyawan yang dilakukan perusahaan

Hal yang harus dilakukan perusahaan sebelum melakukan PHK adalah mempertimbangkan solusi lainnya. Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah sama-sama mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja.

Perusahaan harus memiliki alasan jelas memutus hubungan kerja dengan karyawan dan memberikan hak-hak pada tenaga kerja yang terkena PHK seperti memberikan kompensasi dan penggantian hak yang belum terpakai.

Sementara menurut International Labour Organization mengenai Konvensi Pemutusan Kerja tahun 1928, memaparkan bahwa ketika berencana layoff perusahaan perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Pasalnya, pemberhentian kontrak kerja dapat berdampak besar pada diri dan anggota keluar tenaga kerja. Layoff hanya dilakukan apabila perselisihan antar perusahaan dengan pihak bersangkutan, tidak menemukan titik temu setelah berbagai cara dicoba.

Hal yang diperhatikan sebelum melakukan PHK

PHK merupakan langkah terakhir untuk mengatasi masalah di perusahaan. Ada baiknya perusahaan mempertimbangkan hal-hal di bawah ini sebelum memutuskan melakukan layoff massal.

1. Mencari solusi alternatif

Kedua undang-undang dan peraturan pemerintah sangat mengupayakan supaya perusahaan tidak melakukan layoff. Masalah pelanggaran ringan dapat teratasi dengan pemberian surat peringatan (SP1, SP2, dan SP3).

Apabila karyawan mengacuhkan peringatan tersebut maka perusahaan dapat berunding dengan serikat buruh, demi mencapai solusi bersama.

Sementara jika PHK tidak terhindarkan, perusahaan harus menentukan alasan jelas mengapa pemutusan hubungan kerja terlaksana.

2. Mempertimbangkan alasan pemutusan hubungan kerja

Di luar penyebab di atas, perusahaan berhak memberhentikan karyawan karena alasan mendesak. Namun, tetap harus dibicarakan baik-baik dan secara langsung. Perihal apapun, perusahaan tidak dibenarkan memecat karyawan sebab perbedaan SARA, menjadi petugas serikat buruh, ataupun melahirkan.

3. Memeriksa isi perjanjian kerja

Cobalah periksa kembali isi perjanjian kerja. Apakah ada poin yang memberatkan karyawan, jika memberhentikan karyawan sepihak?

Membaca detail perjanjian kerja akan membantu perusahaan terhindar dari masalah hukum. Ini karena tidak ada kesepakatan yang perusahaan langgar.

Di sisi lain, perjanjian kerja bisa menjadi bukti pendukung mengapa harus dilaksanakan PHK.

4. Mempersiapkan kompensasi

Perusahaan berkewajiban memberikan kompensasi pada karyawan terdampak layoff. Ketentuan mengenai pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan tertuang pada Pasal 40 Bagian Kedua Hak Pemutusan Hubungan Kerja. Pekerja kontrak dan tetap memiliki bagian yang berbeda.

Tahapan yang dilakukan perusahaan sebelum PHK

Langkah atau tahapan apa saja yang seharusnya dilakukan perusahaan sebelum melakukan PHK di masa pandemi Covid-19 dan resesi? Pertanyaan ini kerap diajukan oleh human resource baru.

Tahap pertama yaitu mengidentifikasi status tenaga kerja apakah kontrak atau pegawai tetap. Selanjutnya, perhatikan langkah-langkah di bawah ini sebagai referensi.

1. Prosedur PHK karyawan tetap

Proses PHK karyawan tetap, dilalui beberapa tahap. Perusahaan perlu mempersiapkan dokumen pemutusan hubungan kerja, kemudian menghitung kompensasi yang akan pegawai terima.

Terkadang perusahaan perlu mengadakan musyawarah untuk menyelesaikan kesalahpahaman dan masalah yang muncul.

Mediasi dengan bantuan Dinas Ketenagakerjaan bisa Anda tempuh bila musyawarah gagal membuahkan hasil. Selanjutnya, perusahaan menjalankan mediasi hukum. Tujuannya untuk mendapatkan jalan tengah dan konsultasi rencana PHK.

Mediasi hukum juga berlaku untuk tenaga kerja yang tidak ingin diberhentikan sepihak. Nantinya, Dinas Tenaga Kerja akan menjadi penengah menyelesaikan perkara dan jika berhasil, kedua pihak menandatangani perjanjian.

Hasil perjanjian ini mencakup kewajiban perusahaan melunasi kewajiban.  Namun apabila cara ini tidak berhasil, maka permasalahan dapat diselesaikan di Pengadilan Hubungan Industrial, karyawan ataupun perusahaan dapat bertindak sebagai penggugat

2. Alur PHK tenaga kerja kontrak

Tahapan PHK tenaga kerja kontrak (PKWTT) tidak jauh berbeda. Perusahaan perlu menyiapkan dokumen pendukung dan menjalani musyawarah serta mediasi hukum. Perusahaan perlu mengadakan pertemuan untuk memberikan informasi pada karyawan bersangkutan, membahas mengenai layoff dan kompensasi yang akan ia dapat.

Kompensasi tenaga kerja yang terdampak PHK

Hak yang karyawan terima ketika PHK terdiri dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan penggantian hak, yaitu:

1. Uang pesangon

Pesangon merupakan uang yang perusahaan berikan apabila masa jabatan karyawan telah usai. Karyawan yang terkena dampak PHK pun berhak menerima sejumlah uang berdasarkan ketentuan dalam pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

2. Uang penghargaan masa kerja

Umumnya, perusahaan memberikan uang ini pada karyawan senior yang telah bekerja bertahun-tahun. Karena hitungan uang penghargaan masa kerja sesuai dengan lamanya masa kerja karyawan bekerja di perusahaan, karyawan akan mendapatkan uang penghargaan masa kerja apabila minimal telah bekerja selama 3 tahun

3. Penggantian hak

Hak karyawan tetap yaitu penggantian uang cuti yang belum diambil dan belum gugur, ongkos transportasi untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh pertama kali diterima bekerja.

Etika pemutusan hubungan kerja

Aturan PHK ada di PP 35 tahun 2024, pasal 37 menjelaskan, (3)Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.

(4) Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.

Meskipun selama proses PHK kontrak perusahaan dengan karyawan sudah berakhir, tetapi etika ini tetap harus dijaga supaya tidak mempengaruhi citra perusahaan dan hubungan profesional tetap terjaga.

Ketika menyampaikan berita PHK, jangan tunjukkan sikap dingin. Meskipun perusahaan tidak benar-benar paham perasaan karyawan, simpati memberikan kesan bahwa perusahaan peduli dan ikut sedih dengan keputusan ini.

Hal-hal yang seharusnya perusahaan hindari saat menyampaikan berita layoff massal, yaitu:

  1. Mengungkit kinerja karyawan. Walaupun performanya kurang maksimal, tetapi bukan waktu tepat membahas mengenai hal ini.
  2. Membicarakan kesulitan perusahaan atas keputusan PHK. Momen ini sangat menyedihkan bagi karyawan, sehingga cobalah fokus pada dirinya daripada menyampaikan hal tentang perusahaan.
  3. Memberikan surat PHK secara daring via e-mail. Perusahaan yang menerapkan WFH atau remote work, umumnya menginformasikan berita layoff melalui sosial media. Walaupun hemat waktu, petimbangkan mengumpulkan kandidat layoff di ruangan nyaman dan sampaikan pesan secara langsung.

Apakah karyawan resign turut mendapat kompensasi?

Pertanyaan tentang PHK yang umum diucapkan yakni apakah karyawan yang resign atas kehendak sendiri berhak mendapatkan kompensasi layoff? Jawabannya

Pasal 36 Bab V Pemutusan Hubungan Kerja Bagian Kesatu Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja, menjelaskan pekerja atau buruh yang mengundurkan diri atas kehendak sendiri harus memenuhi syarat, diantaranya:

  1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri
  2. Tidak terikat dalam ikatan dinas
  3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri

Tenaga kerja yang memenuhi persyaratan di atas masih berhak menerima kompensasi yaitu uang pisah dan uang penggantian hak yang tertuang di perjanjian kerja.

Itulah hal-hal yang diperhatikan sebelum melakukan PHK. Sebagai HRD Anda wajib memahami prosedur pemutusan kerja yang sesuai dengan regulasi di Indonesia. Kunjungi Pojok HRD untuk mendapatkan berbagai informasi terbaru terkait human resource, undang-undang ketenagakerjaan, template job deskripsi, dan lain sebagainya.

Baca Juga

Leave a Comment