Direct-to-Consumer (D2C) adalah strategi bisnis di mana perusahaan menjual produk mereka langsung kepada konsumen, tanpa melalui perantara. Model bisnis ini menawarkan kenyamanan, harga yang lebih terjangkau, dan pengalaman berbelanja yang lebih efisien.
Namun, D2C juga memiliki tantangannya sendiri. Sebelum menerapkan model bisnis ini, Anda harus memahami masalah yang mungkin muncul dengan jenis strategi ini dan bagaimana cara menghindarinya. Semuanya akan bahas dalam artikel ini. Simak sekarang!
Apa yang dimaksud dengan D2C?
D2C merupakan singkatan dari “direct-to-consumer,” yang berarti bahwa sebuah merek menjual produknya secara langsung kepada pelanggan akhir, tanpa melalui perantara atau pengecer.
Di Indonesia, banyak merek lokal yang dulunya mendistribusikan produk mereka melalui toko-toko fisik atau pengecer seperti minimarket atau supermarket. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tren bisnis D2C mulai mengubah cara operasional mereka.
Merek-merek D2C mulai menjual produk-produk mereka langsung kepada konsumen melalui platform daring (online) seperti tokopedia, shopee, di mana pelanggan dapat menjelajahi berbagai produk, berbelanja, melakukan pembelian, dan berinteraksi langsung dengan merek-merek tersebut.
Hal ini telah memungkinkan merek-merek lokal untuk lebih mendekati pelanggan mereka secara langsung tanpa melalui perantara pengecer tradisional.
Seiring dengan meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja secara daring, terutama selama masa pandemi, merek-merek yang memiliki toko daring yang kuat dan langsung menghadap konsumen telah menerima sebagian besar lalu lintas dan penjualan tersebut.
Untuk perusahaan-perusahaan e-commerce yang ingin terus berkembang, mereka mungkin mempertimbangkan untuk beralih ke model bisnis yang lebih langsung ini, sehingga, mereka tidak hanya dapat mengurangi biaya yang terkait dengan perantara, tetapi juga mengikuti tren e-commerce masa depan yang semakin mendukung hubungan langsung dengan konsumen.
Hal ini dapat dilihat pada survei konsumen yang dilakukan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) pada tahun 2024 menunjukkan bahwa 75% konsumen Indonesia lebih suka berbelanja dari merek-merek yang menjual produknya secara langsung kepada konsumen.
Data penjualan dari platform e-commerce menunjukkan bahwa merek-merek D2C terus mencatat pertumbuhan yang kuat. Misalnya, penjualan dari merek D2C di Tokopedia meningkat sebesar 120% pada tahun 2024.
Mengapa Banyak Perusahaan Mengadopsi Model Bisnis D2C?
Model bisnis eCommerce D2C menawarkan berbagai manfaat, terutama kendali yang lebih besar atas bisnis dan produk Anda.
Saat menjual langsung kepada pelanggan, mereka adalah satu-satunya yang perlu Anda khawatirkan. Berikut beberapa manfaat signifikan dari model bisnis direct-to-consumer (D2C).
Kendali Lebih Besar atas Harga dan Margin Bruto yang Lebih Tinggi
Dalam model tradisional, merek-merek menjual kepada pengecer yang kemudian menaikkan harga produk sebesar 50-100% untuk dijual kepada konsumen akhir.
Jika produk Anda dijual seharga Rp100.000 per unit, Anda mungkin hanya mendapatkan Rp50.000, sedangkan pengecer Anda mendapatkan Rp50.000.
Namun, jika Anda menjual produk tersebut langsung kepada pelanggan melalui situs web Anda, Anda dapat mengenakan harga penuh Rp100.000 sesuai yang biasanya mereka belanjakan, dan Anda baru saja menggandakan pendapatan per produk yang terjual.
Atau, Anda dapat menjualnya dengan harga yang lebih rendah. Dengan menjualnya seharga Rp75.000, pelanggan Anda melihat titik harga yang lebih rendah, dan Anda tetap menghasilkan lebih banyak uang per unit dibandingkan jika Anda menjual melalui pengecer.
Dalam D2C, sebagai pebisnis, Anda juga memiliki lebih banyak kendali atas harga. Misalnya, jika Anda menjual kopi melalui jaringan ritel seperti Indomaret, Anda tidak dapat mengubah harga Anda setiap minggu atau menjalankan penawaran dadakan untuk membantu meningkatkan konversi atau memindahkan produk.
Penyesuaian harga dan diskon memerlukan lebih banyak waktu, kerjasama, dan pertimbangan produk-produk pesaing lainnya yang berada di rak sebelah produk Anda. Namun, dengan model D2C, semuanya ada dalam kendali Anda.
Menjual dengan Cerita Merek Anda, Bukan Hanya dengan Harga dan Desain Label
Ketika pelanggan berbelanja di pengecer, mereka umumnya membandingkan atribut dan harga berbagai produk dari berbagai merek.
Di sisi lain, begitu seorang calon pelanggan mendarat di situs web Anda, mereka akan sepenuhnya fokus pada etalase Anda. Anda dapat menceritakan kisah Anda, memamerkan atribut unik produk Anda dan rantai pasokan, dan bahkan menampilkan video dan testimoni.
Kendali Lebih Besar atas Kemasan Anda
Merek tradisional harus membuat keputusan kemasan yang sejalan dengan persyaratan pengecer mereka.
Jika seorang pengecer mensyaratkan bahwa semua pakaian harus dikemas dalam kantong plastik transparan, maka Anda harus mengirimkan barang-barang Anda dalam plastik.
Namun, Anda memiliki jauh lebih banyak kendali ketika Anda mengirim langsung ke konsumen Anda (terutama jika Anda tidak menggunakan mitra pihak ketiga untuk pemenuhan pesanan).
Jika Anda ingin kesan pertama produk Anda kepada pelanggan adalah kemasan ramah lingkungan dan dapat didaur ulang, Anda bisa melakukannya!
Lebih Fleksibel dalam Mengembangkan dan Menguji Produk, Layanan, dan Strategi Pemasaran Baru
Misalkan Anda menjalankan merek pakaian dan baru saja mengetahui bahwa Anda dapat mencetak kaos Anda dengan tinta alga yang memiliki dampak karbon negatif.
Jika Anda menjual melalui pengecer, Anda harus mengembangkan produk Anda, mendapatkan pesanan dari pengecer, memproduksi stok yang cukup untuk memenuhi permintaan, dan kemudian duduk dan melihat apakah produk itu akan laku.
Jika Anda menjual secara D2C, Anda memiliki banyak opsi lain. Anda dapat menjual kaos tinta alga ini secara pra pemesanan dan melihat apakah pelanggan bersemangat mengenai mereka (dan kemudian memproduksi sesuai pesanan jika itu cocok dalam rantai pasokan Anda).
Anda dapat membuat produksi terbatas, memproduksi dan menjual hanya lima puluh kaos sebelum meluncurkan seluruh lini produk alga.
Anda juga dapat memusatkan upaya pemasaran, seperti menawarkannya hanya kepada pengikut media sosial Anda atau sebagian dari pelanggan yang paling setia.
Tantangan dalam Bisnis D2C
Jadi, jika D2C begitu potensial dan menggiurkan, mengapa tidak semua orang melakukannya? Jawabannya sangat sederhana, bisnis D2C memerlukan banyak kerja keras.
Meskipun perusahaan D2C memiliki lebih banyak kendali atas produk, pemasaran, dan penetapan harga. Mereka juga harus bertanggung jawab atas pembuatan dan pengelolaan situs web mereka, menarik traffic ke situs web tersebut, dan membangun brand awareness. Memulai semuanya dari awal memerlukan sumber daya yang besar. Anda juga memerlukan banyak kreativitas untuk mengembangkan bisnis Anda.
Berikut adalah beberapa tantangan terbesar yang dihadapi perusahaan D2C.
Pengadaan Pelanggan
Dalam model tradisional, perusahaan menjual produk mereka kepada pengecer yang telah melakukan pekerjaan keras untuk menarik pelanggan ke toko mereka, baik secara daring maupun fisik.
Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan menjual pakaian ke Matahari, mereka tahu bahwa pelanggan potensial akan melihat produk mereka setiap hari.
Meskipun begitu, mereka masih perlu strategi yang kokoh untuk menggoda pelanggan agar membeli merek mereka daripada penawaran merek lain yang tersedia. Namun bagian sulitnya, yaitu mendapatkan pelanggan untuk melihat produk mereka, sudah diselesaikan.
Sebaliknya, perusahaan D2C harus bersaing untuk mendapatkan pelanggan yang mengunjungi situs web mereka dan melihat produk yang tersedia.
Setelah seorang pelanggan mengunjungi situs web tersebut, persaingannya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pengecer tradisional karena produk perusahaan itu satu-satunya yang bisa dipilih. Namun, tantangannya adalah untuk mendapatkan pelanggan ke situs tersebut terlebih dahulu.
Biasanya merek D2C mengakuisisi pelanggan melalui beberapa saluran:
Pencarian organik dan SEO
Ketika perusahaan meraih peringkat untuk kata kunci yang penting dalam industri mereka, situs web mereka akan muncul dalam hasil pencarian pengguna, sehingga akan mendorong pelanggan potensial untuk mengunjungi landing page perusahaan, dan melihat katalog barang yang tersedia.
Media sosial
Banyak merek menganggap media sosial sangat efektif dalam membangun dan meningkatkan kesadaran merek serta komunitas. Bahkan, 85% pembeli Generasi Z mengatakan bahwa media sosial dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
Iklan berbayar
Banyak merek berkembang melalui iklan berbayar seperti Facebook, Instagram, Google, Pinterest, atau iklan-iklan lainnya. Menggunakan iklan untuk menarik audience memiliki keuntungan berupa data yang sangat terukur.
Misalnya, jika Anda mengetahui nilai seumur hidup pelanggan Anda adalah 3 juta rupiah, dan margin keuntungan Anda adalah 50%, Anda akan memperoleh 1,5 juta margin kotor dari setiap pelanggan yang Anda akuisisi.
Anda dapat mengalokasikan hingga 1,5 juta untuk mengakuisisi setiap pelanggan baru. Analisis kuantitatif yang presisi ini memungkinkan merek D2C, untuk serius berinvestasi dalam iklan berbayar sebagai bahan bakar utama pertumbuhan mereka.
Distribusi Produk
Dalam model penjualan melalui pengecer, merek biasanya memproduksi produk mereka dan mengirimkannya langsung ke pusat distribusi pengecer mitra mereka. Sebagai hasilnya, pelanggan dapat dengan mudah melihat, mencoba, membeli, dan kadang-kadang mengembalikan produk langsung ke pengecer.
Sementara itu, merek-merek D2C harus menghadapi proses yang lebih rumit. Mereka harus menerima, menyimpan, mengemas, dan mengirimkan pesanan dengan cermat kepada pelanggan mereka. Proses ini juga melibatkan manajemen pengembalian dan pertukaran barang, yang bisa sangat rumit dan memerlukan tim customer service yang andal.
Skalabilitas
Selain itu, merek-merek D2C seringkali menjual satu produk dalam satu waktu, yang membuat sulit untuk mencapai efisiensi ekonomi pada awalnya. Sebaliknya, merek yang menjual melalui pengecer seringkali dapat menunggu hingga mereka memiliki pesanan pembelian dengan jumlah produk yang telah ditetapkan sebelum memulai produksi dalam volume yang lebih besar.
Dalam model penjualan melalui pengecer, merek dapat dengan mudah memesan produk mereka dalam jumlah besar dari mitra manufaktur. Hal ini berarti mereka akan berurusan dengan pembeli yang sudah dikenal, dan ini sering menghasilkan biaya yang lebih rendah karena manfaat ekonomi skala.
Namun, dalam model D2C, merek harus memproduksi jumlah persediaan yang tidak pasti, terutama pada awalnya ketika mereka belum memiliki sejarah penjualan yang mapan.
Akibatnya, perusahaan dengan sumber daya terbatas harus memproduksi produk dalam pesanan yang lebih kecil, yang bisa mengakibatkan biaya yang lebih tinggi daripada jika mereka menjual melalui pengecer yang memiliki pesanan pembelian yang telah ditetapkan.
Melewatkan Potensi Pasar Tradisional
Merk D2C seringkali melewatkan sebagian besar pasar. Meskipun merek-merek ini telah berhasil mengganggu banyak industri, sebagian besar konsumen masih cenderung membeli produk mereka dari toko fisik, e-commerce, bahkan quick-commerce.
Karena itu, banyak merek telah mengadopsi model bisnis D2C, namun juga menyalurkan produknya pengecer tradisional seiring berjalannya waktu. Sebaliknya, beberapa merek lama yang awalnya menjual produk mereka melalui pengecer telah mengubah model bisnis mereka untuk melakukan penjualan langsung kepada konsumen.
Bagaimana memulai bisnis D2C
Jika Anda tertarik untuk memulai bisnis D2C, berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ambil:
Pilih segmen pasar
Langkah pertama dalam memulai bisnis D2C adalah memilih segmen pasar yang Anda pahami dan memiliki minat terhadapnya. Hal ini akan membantu Anda untuk mengembangkan produk dan layanan yang memenuhi kebutuhan pelanggan Anda dengan lebih baik.
Saat memilih segmen pasar, Anda perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
- Ukuran: Anda ingin memilih segmen pasar yang cukup besar untuk menghasilkan penjualan yang cukup, tetapi tidak terlalu besar sehingga Anda akan kalah bersaing.
- Pertumbuhan segmen pasar: Anda ingin memilih ceruk pasar yang sedang tumbuh, sehingga Anda memiliki peluang untuk tumbuh bersama pasar.
- Kekuatan persaingan: Anda ingin memilih segmen pasar yang memiliki persaingan yang sehat, sehingga Anda memiliki peluang untuk bersaing dan sukses.
Buat merek yang kuat
Setelah Anda memilih ceruk pasar, langkah selanjutnya adalah membuat merek yang kuat. Merek Anda harus unik dan menarik, dan menonjol dari pesaing Anda. Merek Anda juga harus mencerminkan nilai-nilai dan misi perusahaan Anda.
Saat membuat merek, Anda perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
- Nama merek: Nama merek Anda harus mudah diingat dan diucapkan.
- Logo: Logo Anda harus unik dan mudah dikenali.
- Slogan: Slogan Anda harus singkat dan mudah diingat.
- Identitas visual: Identitas visual Anda harus konsisten di semua saluran komunikasi Anda.
Bangun situs web yang bagus
Situs web Anda adalah etalase online Anda, jadi pastikan untuk membuatnya menarik dan mudah digunakan. Pastikan situs web Anda memiliki semua informasi yang dibutuhkan pelanggan untuk membuat keputusan pembelian, seperti informasi produk, harga, dan kebijakan pengiriman dan pengembalian.
Saat membangun situs web, Anda perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
- Desain: Desain situs web Anda harus menarik dan mudah digunakan.
- Teknologi: Pastikan situs web Anda menggunakan teknologi yang aman dan andal.
- Fitur: Pastikan situs web Anda memiliki semua fitur yang dibutuhkan pelanggan untuk berbelanja secara online.
Pasarkan merk Anda
Setelah Anda memiliki situs web yang bagus, langkah selanjutnya adalah memasarkan merek Anda. Gunakan berbagai saluran pemasaran untuk mempromosikan merek Anda, seperti media sosial, iklan berbayar, dan pemasaran konten.
Saat memasarkan merek, Anda perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
- Target pasar: Anda perlu menargetkan orang yang paling mungkin tertarik pada produk atau layanan Anda.
- Pesan: Pesan Anda harus jelas dan singkat.
- Saluran: Pilih saluran pemasaran yang paling efektif untuk menjangkau target pasar Anda.
Berikan layanan pelanggan yang luar biasa
Berikan layanan pelanggan yang luar biasa kepada pelanggan Anda, agar mereka tetap puas dan kembali lagi. Layanan pelanggan yang luar biasa dapat membantu Anda membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dan meningkatkan loyalitas pelanggan.
Saat memberikan layanan pelanggan, Anda perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
- Ketersediaan: Pastikan pelanggan Anda dapat menghubungi Anda dengan mudah jika mereka memiliki pertanyaan atau masalah.
- Kecepatan: Pastikan Anda menanggapi pelanggan Anda dengan cepat.
- Kualitas: Pastikan Anda memberikan solusi yang memuaskan kepada pelanggan Anda.
Masa depan bisnis D2C
Model bisnis D2C diperkirakan akan terus berkembang di masa depan. Hal ini didorong oleh meningkatnya penetrasi internet dan smartphone di seluruh dunia, serta meningkatnya kesadaran konsumen tentang manfaat berbelanja daring.
Merek D2C dapat memanfaatkan teknologi baru, seperti artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML), untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan meningkatkan penjualan. Misalnya, merek D2C dapat menggunakan AI untuk memberikan rekomendasi produk yang lebih personal kepada pelanggan, dan menggunakan ML untuk mengoptimalkan harga dan persediaan produk mereka.
Secara keseluruhan, model bisnis D2C menawarkan sejumlah keuntungan bagi merek dan konsumen. Jika Anda tertarik untuk memulai bisnis daring, bisnis D2C adalah pilihan yang layak untuk dipertimbangkan.
Outsourcing Sebagai Solusi Meningkatkan Efektivitas dan Kesuksesan Bisnis D2C
Outsourcing adalah praktik mengalihdayakan tugas atau fungsi bisnis kepada pihak ketiga. Outsourcing dapat menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan efektivitas dan kesuksesan bisnis D2C.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa D2C sangat bergantung pada keandalan customer service karena mereka akan berhadapan langsung dengan pelanggan, dan kepuasan customer akan sangat mempengaruhi bisnis D2C.
Merekrut, dan mengelola customer service yang handal tidak hanya memakan sumber daya, namun juga fokus yang sangat dibutuhkan oleh merek D2C, agar bisnis mereka tetap berjalan di tengah kompleksitas dan ketidakpastian.
Selain customer service, ada banyak aspek lain yang harus diperhatikan oleh bisnis D2C, seperti contohnya manajemen gudang. Karena bisnis D2C akan sepenuhnya menggunakan dan mengelola gudang dan inventaris mereka.
Menyerahkan tugas-tugas tersebut kepada penyedia jasa layanan outsourcing, dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. selaku penyedia layanan outsourcing on-demand dengan rekruter berpengalaman, talent pool yang luas, dan teknologi digital mampu menyediakan Anda pekerja berpengalaman dari berbagai bidang
juga akan mengelolanya secara end-to-end sesuai dengan kebutuhan Anda, sehingga tidak perlu lagi dipusingkan oleh masalah terkait absensi, manajemen kontrak, dan payroll. Simak selengkapnya mengenai produk dan layanan disini!
Hai semua, saya Emilia S.M, seorang praktisi sumber daya manusia yang passionate dan berpengalaman. Saya percaya bahwa sumber daya manusia adalah aset terpenting dalam setiap organisasi, dan itulah mengapa saya berkomitmen untuk membantu membangun lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya guna.