Blog

Mengenal Orang Toxic di Lingkungan Kerja Serta Dampaknya

emilia S.M

Pada kali ini berkesempatan mewawancarai Head of HR dari ELL Environmental Jakarta, Irianty Tobing S.Psi CHCM. Irianty telah berkecimpung di industri Human Resource selama lebih dari 10 tahun. Sebagai Human Resource, dalam wawancara kali ini Irianty membagikan pengalamannya bagaimana berhubungan dengan orang-orang toxic di lingkungan kerja, bagaimana menanganinya, dan caranya agar kita tidak menjadi orang toxic.

Sebelum membahas tentang orang-orang toxic, telebih dahulu kita definisikan apa itu “orang toxic”. Toxic merupakan kata dalam bahasa Inggris yang bila diterjemahakan ke dalam bahasa Indonesia artinya “beracun” atau “mengandung racun”. Dari terjemahan tersebut dapat kita artikan bahwa sama seperti zat beracun,  orang toxic adalah orang yang merusak, lebih tepatnya merusak lingkungan kerja.

Irianty membagi orang toxic ke dalam tiga tipe. Tipe pertama orang yang cenderung sombong sehingga tidak dapat berkomunikasi dengan baik, dan tipe kedua yaitu orang yang pandai memanfaatkan keadaan dengan pimpinan dengan membanggakan hasil pekerjaaan yang mana tidak sesuai dengan perkataannya terhadap pimpinan. Jika seseorang memiliki kedua karakter ini, maka efek yang akan ditimbulkan bagi perusahaan akan semakin tidak baik. Tipe terakhir, yaitu orang yang suka mencuri gagasan rekan kerja lain.

Ada beberapa contoh kasus orang toxic yang pernah ditangani Irianty. Contoh pertama kasus orang toxic adalah kasus seorang karyawan yang sudah di-training selama satu tahun. Ketika karyawan tersebut ditugaskan, ia diminta menjelaskan tentang suatu produk ke tim, bukannya menjelaskan dengan baik, ia hanya mampu menjelaskan seadanya, bahkan ketika digali lebih dalam, ia menyuruh si penanya untuk cari sendiri tentang produk tersebut di Google. Contoh lainnya adalah seorang kandidat pimpinan baru untuk suatu divisi. Ia mengklaim, di tempatnya bekerja terdahulu ia dapat dengan baik memimpin tim sehingga ia membawa timnya ke pencapaian yang hebat. Ketika ia direkrut dan dipercaya untuk menjadi pimpinan suatu divisi, ia berakhir didemo oleh bawahannya dan dituntut agar ia diberhentikan dari posisinya tersebut.

Memiliki sifat seperti zat beracun, orang toxic membawa pengaruh buruk bagi lingkungan kerja. Di level bawah seperti staff saja, orang toxic dapat merusak lingkungan kerja, terlebih jika orang toxic ini diberi kepercayaan menjadi pimpinan tim, semakin besar pula efek yang akan dihasilkan. Dalam pengalamannya, Irianty menemukan tak jarang orang toxic memakan korban, yaitu karyawan baik-baik yang keluar dari pekerjaannya karena keberadaan orang toxic, walaupun sebenarnya karyawan tersebut berada di posisi tinggi dan menikmati bekerja di perusahaan tempatnya bekerja. Di level tinggi seperti pimpinan, pimpinan kerja toxic dapat memicu banyak anggota tim keluar dari pekerjaan, bahkan mengakibatkan tim yang ia pimpin mogok kerja.

Kehilangan karyawan tentunya bukan perkara mudah, terlebih jika karyawan yang keluar itu adalah karyawan handal. Sebagai imbasnya, bagian Human Resource harus dipusingkan mencari karyawan baru pengganti karyawan sebelumnya yang keluar. Alih-alih dapat membina karyawan lama agar semakin handal dalam pekerjaannya, Human Resource disibukkan untuk mencari para karyawan baru. Mogok kerja lebih tidak diinginkan lagi karena dapat melumpuhkan jalannya bisnis perusahaan.

Dalam pengalamannya dalam bidang Human Resource, Irianty memiliki cara untuk menangani orang toxic. Cara tersebut adalah turun bertemu dan berbicara dengan orang-orang yang mengadukan perilaku si orang toxic, kemudian ia juga berbicara si orang toxic ini. Setelah ia berbicara dengan kedua belah pihak ia akan melaporkannya pada atasannya agar orang toxic ini dapat ditindak. Biasanya orang toxic ini akan diberi surat peringatan agar ia memperbaiki sifat dan kinerjanya, jika sudah diberikan surat peringatan tapi orang toxic ini masih tidak memperbaiki dirinya, ia bisa berakhir dipecat. Irianty juga menekankan orang toxic ini harus segera ditangani agar masalah tidak melebar ke mana-mana.

Untuk karyawan non Human Resource, Irianty menerangkan ada cara lain untuk menangani orang toxic. Pertama adalah adukan hal ini ke bagian Human Resource dan atasan Anda. Cara selanjutnya adalah dengan bersikap professional, Anda boleh saja tidak suka seseorang di tempat Anda bekerja, tetapi Anda harus tetap bersifat professional, yaitu mendahulukan pekerjaan daripada perasaan tidak suka Anda kepada orang toxic tersebut. Konsentrasilah bekerja semaksimal mungkin dan jangan berfokus menjatuhkan orang toxic itu. Cara terakhir adalah dengan sifat jangan mau kalah dari orang toxic itu. Tanamkan dalam pikiran Anda “saya tidak akan keluar hanya karena orang toxic ini. Jika saya ingin keluar, saya akan keluar dari pekerjaan ini karena alasan yang lebih baik”. Menangani orang toxic memang tidak mudah dan perlu kesabaran ekstra. Yakinlah Anda akan berakhir baik dan tidak akan jadi korban orang toxic tersebut.

Terakhir, Irianty juga memberi tips agar kita tidak menjadi orang toxic. Agar terhindar dari sifat toxic, kita harus bersikap rendah hati. Jangan sombong agar cara kita berkomunikasi dengan orang lain lebih menghargai mereka. Kata-kata ringan seperti “tolong”, “terima kasih” dan “maaf” sangat berpengaruh besar dalam kualitas komunikasi kita.  Selain memperbaiki cara komunikasi kita, sifat rendah hati akan membuat kita lebih legowo, dapat menerima kritikan dan masukan agar kita bisa introspeksi diri. Di sini kemampuan untuk mendengarkan orang lain sangat dituntut. Akui saja kekurangan kita karena semua orang punya kekurangan, lalu cobalah untuk memperbaiki diri. Ketika kita sudah bisa mengintrospeksi diri, kita akan jadi orang yang lebih baik dan orang-orang akan lebih menerima kita. Selain itu, tips terakhit yang tidak kalah penting adalah jika teman Anda membuat suatu gagasan, selalu beritahu gagasan tersebut datangnya dari teman Anda, hal ini agar teman Anda mendapat penghargaan yang pantas ia dapatkan dan Anda tidak mencuri gagasan teman Anda itu.

Kesimpulan 

Orang-orang yang memiliki sifat tidak baik dapat merusak lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang seharusnya nyaman agar dapat memaksimalkan hasil kerja bisa jadi tidak terwujud karena keberadaan orang toxic. Efek yang ditimbulkan orang-orang toxic juga tidak main-main, karyawan lain yang keluar bahkan tim yang mogok kerja bisa muncul karena adanya orang ini. Agar tidak terpengaruh buruk, Anda memerlukan mental yang kuat agar tidak goyang dengan adanya orang yang merusak lingkungan kerja ini. Agar Anda tidak jadi orang toxic, Anda harus berkomunikasi dengan baik, bersifat rendah hati dan turut memberikan kredit pada orang lain yang berjasa agar ia merasa dihargai.

Kunjungi Blog dan temukan berbagai artikel menarik lainnya terkait karir, dan pekerjaan. Upgrade wawasan Anda sekarang!

Baca Juga

Leave a Comment