Banyak perusahaan yang masih menggunakan cara konvensional dalam mengelola ketenagakerjaan blue collar workers atau pekerja kerah biru. Seperti yang kita ketahui, blue collar workers merupakan pekerja yang mengandalkan kekuatan fisik dalam bekerja, contohnya pekerja konstruksi, kurir, teknisi, hingga staf gudang. Karena tidak terlalu membutuhkan keterampilan khusus, biasanya perusahaan mendapatkan mereka melalui proses rekrutmen konvensional.
Nah, proses rekrutmen konvensional tentu kurang akurat dan efektif dibandingkan proses rekrutmen modern seperti yang kebanyakan digunakan saat ini. Salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah dengan diterapkannya teknologi dalam proses rekrutmen. Kira-kira sebesar apa pengaruh teknologi tersebut terhadap ketenagakerjaan blue collar? Yuk, simak selengkapnya di bawah ini!
Apa Itu Pekerja Kerah Biru?
Okey, sebelum masuk ke pembahasan utama, Anda perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai blue collar worker atau pekerja kerah biru itu. Sesuai penjelasan sebelumnya, blue collar worker adalah pekerja yang melibatkan kekuatan fisik dan berkaitan dengan teknis dalam pekerjaannya.
Blue collar worker sering ditemukan di berbagai industri seperti logistik, manufaktur, konstruksi, pertambangan, dan lain sebagainya. Mengapa disebut dengan kerah biru, karena orang-orang yang bekerja di bidang tersebut sering menggunakan baju atau seragam kerja berwarna biru. Warna biru ini dipilih karena tidak akan terlalu terlihat kotor saat digunakan bekerja, baik itu karena debu material/kendaraan, cipratan oli, atau noda pada mesin.
Umumnya, blue collar worker tidak membutuhkan latar pendidikan yang tinggi atau keterampilan khusus untuk melamar pekerjaan. Bahkan beberapa di antara mereka tidak melewati proses rekrutmen yang begitu panjang seperti mengirim lamaran, mengerjakan tes, maupun onboarding.
Blue collar worker hingga saat ini masih dipandang sebelah mata atau rendah oleh sebagian orang. Selain selalu berpenampilan lusuh karena bekerja di luar ruangan, mereka juga seringkali mendapatkan upah di bawah standar. Tidak hanya itu, mereka pun tidak mempunyai karir yang stabil, sebab mereka bekerja bergantung pada kontrak dengan pihak tertentu dan sifatnya sementara.
Pengaruh Teknologi Terhadap Ketenagakerjaan Blue Collar
Banyak perusahaan yang menerapkan proses rekrutmen konvensional untuk mendapatkan tenaga kerja blue collar. Menurut teori dari Woodman (2014), proses rekrutmen konvensional masih menggunakan kertas sebagai media surat lamaran kerja.
Perusahaan menganggap bahwa tidak semua pekerja blue collar mengerti proses rekrutmen modern, dimana pengiriman berkas lamaran melalui media online atau link, interview kerja dilakukan secara online menggunakan aplikasi video konferensi, dan lain sebagainya.
Selain itu, perusahaan juga mengalami keterbatasan akses ke pencari kerja blue collar. Perusahaan bisa saja menyebarkan lowongan pekerjaan ke berbagai platform online untuk mendapatkan kandidat potensial, namun mereka belum mampu menyasar ke golongan yang tepat. Sebab, para pekerja blue collar kebanyakan mencari pekerjaan di media cetak, melalui teman atau kerabat, dan sebagainya.
Masalah lainnya yang dihadapi oleh perusahaan dalam mengelola ketenagakerjaan blue collar adalah proses rekrutmen yang panjang, apalagi jika dilakukan secara konvensional. Tidak hanya menyita banyak waktu saja, namun perusahaan juga harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membayar perekrut, fasilitas, tools, dan tempat rekrutmen.
Oleh karena itu, perusahaan perlu menerapkan teknologi yang terintegrasi pada aktivitas rekrutmen. Dengan adanya teknologi, perusahaan dapat memotong proses yang tidak perlu sekaligus meningkatkan produktivitas, sehingga aktivitas ketenagakerjaan blue collar menjadi lebih efektif dan efisien.
Berikut ini adalah beberapa manfaat diterapkannya teknologi:
- Memberikan kemudahan akses ke jutaan talenta terbaik
- Mengisi kekosongan posisi dengan cepat
- Meningkatkan produktivitas kerja
- Menghemat biaya rekrutmen
- Menciptakan tata kelola yang baik seperti transparansi gaji melalui aplikasi HRIS
Contoh Teknologi untuk Proses Rekrutmen
Saat ini sudah banyak teknologi baru yang dapat membantu proses rekrutmen menjadi lebih efektif dan efisien. Selain dapat memberikan kemudahan bagi perekrut, teknologi ini juga dapat bermanfaat bagi pekerja blue collar, misalnya transparansi gaji atau benefit dari perusahaan.
Tidak jarang pekerja blue collar yang tiba-tiba berhenti dari pekerjaan atau tidak mematuhi aturan perusahaan. Salah satu penyebabnya karena mereka tidak mendapatkan kesejahteraan dan keadilan dari perusahaan. Hal ini tentu dapat merugikan perusahaan, karena operasional bisnis menjadi terhambat dan otomatis perusahaan harus melakukan proses rekrutmen lagi yang artinya ada biaya yang harus dikeluarkan.
Nah, teknologi hadir sebagai solusi untuk berbagai masalah di atas, dengan begitu tidak hanya pekerja white collar saja yang terkelola dengan baik, namun pekerja blue collar juga layak untuk diperlakukan sama.
Adapun teknologi yang dapat digunakan untuk membantu proses rekrutmen adalah sebagai berikut:
Application Tracking System (ATS)
Sudah banyak perekrut yang menggunakan Application Tracking System (ATS) dalam proses rekrutmen. Melalui sistem ini, perekrut dapat lebih mudah dalam menyeleksi kandidat yang sesuai dengan kualifikasi dan kebutuhan perusahaan. Berdasarkan kata kunci yang telah ditetapkan, perekrut tidak perlu lagi harus memeriksa setiap berkas lamaran yang masuk. ATS akan memberikan data terkait kandidat yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan, kualifikasi, dan persyaratan.
Selain itu, ATS juga dapat membantu mempublikasikan iklan lowongan kerja ke website resmi perusahaan maupun situs job portal tertentu. Bahkan, ATS akan mengirimkan email notifikasi secara otomatis kepada para kandidat, sehingga perekrut tidak perlu lagi menghubungi mereka satu per satu.
Employer background check
Teknologi yang satu ini digunakan untuk memeriksa latar belakang kandidat terkait riwayat pendidikan, pengalaman kerja, catatan kriminal, dan lain sebagainya. Melalui employer background check, perusahaan dapat memastikan kandidat yang dipilih benar-benar berkualitas. Selain itu, perusahaan pun bisa meminimalisir risiko kejahatan, seperti penggelapan dana, pencurian aset, maupun korupsi yang dapat merusak reputasi perusahaan.
Social media recruitment
Tidak menutup kemungkinan pekerja blue collar juga menggunakan social media untuk mencari pekerjaan. Biasanya mereka akan menggunakan platform Facebook atau Instagram. Perekrut dapat mengoptimalkan beberapa platform tersebut untuk merekrut kandidat. Bahkan, melalui social media ini perekrut dapat melihat kepribadian kandidat yang bisa dijadikan sebagai penilaian. Selain itu, perekrut pun bisa langsung menghubungi mereka secara langsung melalui direct message.
Technology Based Outsourcing
Outsourcing merupakan strategi yang sangat relevan dalam mengelola tenaga kerja blue-collar bagi perusahaan. Dengan memanfaatkan jasa penyedia layanan outsourcing, perusahaan dapat mengurangi beban administratif terkait rekrutmen, penggajian, dan manajemen sumber daya manusia. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk fokus pada kegiatan inti bisnis mereka, sambil memastikan bahwa kebutuhan tenaga kerja blue-collar terpenuhi dengan efisien dan profesional.
Selain itu, outsourcing juga dapat membantu perusahaan mengurangi biaya operasional dan risiko terkait manajemen sumber daya manusia. Namun, penggunaan outsourcing harus dikelola dengan bijak dengan memilih mitra outsourcing yang terpercaya dan memastikan keselarasan nilai dan tujuan antara perusahaan dan penyedia layanan outsourcing.
merupakan perusahaan outsourcing on-demand yang sangat memanfaatkan teknologi untuk mempercepat berbagai proses rekrutmen secara end-to-end, mulai dari sourcing, pre-screening, interview, hingga pengelolaan pekerja semuanya berbasis teknologi. Pelajari selengkapnya mengenai produk dan layanan disini!
Cloud technology
Proses rekrutmen konvensional tidak cukup efektif untuk dilakukan, termasuk dalam hal penyimpanan dokumen kandidat. Melalui cloud technology, perekrut tidak perlu lagi menyimpan berkas dokumen kandidat seperti profil kandidat, kontrak kerja, hasil tes, maupun dokumen pajak di rak arsip kantor. Penyimpanan dokumen elektronik lebih efisien dan mudah disimpan dengan aman. Bahkan bisa diatur kata sandi untuk pengalaman yang lebih ketat serta tidak akan lenyap dalam kondisi tertentu seperti kebakaran atau banjir.
Proses rekrutmen konvensional yang biasa digunakan oleh perusahaan untuk merekrut pekerja blue collar sudah tidak efisien lagi. Kini saatnya beralih ke proses rekrutmen yang lebih modern, dimana perekrut memaksimalkan penggunaan teknologi dalam ketenagakerjaan blue collar. Melalui teknologi, perusahaan dapat membangun transparansi atau visibilitas yang lebih kuat bagi pekerja blue collar. Dengan begitu, akan terbentuk simbiosis mutualisme antara perusahaan dengan pekerja blue collar. Ingin tahu informasi menarik lainnya seputar HRD, bisnis, dan karir? Yuk, kunjungi blog sekarang juga!
Hai semua, saya Emilia S.M, seorang praktisi sumber daya manusia yang passionate dan berpengalaman. Saya percaya bahwa sumber daya manusia adalah aset terpenting dalam setiap organisasi, dan itulah mengapa saya berkomitmen untuk membantu membangun lingkungan kerja yang inklusif dan berdaya guna.